BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Mempelajari
al-Quran dan Ilmu-ilmunya adalah tanggung jawab ahlul ilmi. Karena al-Quran
merupakan Kalamullah yang sempurna dan terpelihara, di dalamnya berisi petunjuk
dan pelajaran. Di antara yang berkaitan dengan ilmu al-Quran adalah wahyu wahyu merupakan salah satu mukjizat
yang diberikan kepada nabi dan rosul. Wahyu ini diturunkan sesuai dengan
sesuatu yang akan terjadi pada zaman ini, wahyu diturunkan melalui perantara
malaikat jibril,lalu malaikat jibril menyampaikan kepada nabi dan rosul yang
kehendaki allah.
Wahyu merupakan mukjizat
yang luar biasa di turunkan kepada nabi dan rosul, wahyu dapat di katakan
sebagai kata-kata umumnya, menurut Abu Zaid, di karenakan “ wahyu meliputi semua teks yang menunjuk
pada titah Allah kepada manusia”. Jadi Al-Qur’an merupakan bagian atau salah
satu dari wahyu. Karena wahyu tidak hanya turun kepada nabi muhammad saja, akan
tetapi juga turun kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad. Di samping itu, dalam
konteksnya, wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad saja tidak hanya Al-Qur’an,
akan tetapi juga berupa hadist, baik yang berupa hadist qudsi maupun hadist
nabawi.
2.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian wahyu dan fungsi wahyu
2. Cara wahyu Allah diturunkan kepada malaikat dan Nabi Muhammad SAW
4. Tuduhan dan
jawaban singkat seputar wahyu
3.
Tujuan
a)
Memahami
pengetian wahyu
b)
Mengetahui
cara wahyu diturunkan kepada malaikat dan nabi Muhammad SAW
c)
Mengetahui
kisah wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW
d)
Mengetahui
jawaban singkat seputar wahyu
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Wahyu
1.
Pengertian
wahyu
Kata wahyu menurut para ulama’ mempunyai dua arti, yaitu
proses pemberian wahyu dan sesuatu yang di turunkan tersebut. Kata wahyu
berasal dari fi’il madhi وحى او اوحىyang berarti pemberian isyarat dengan cepat. Sedangkan
menurut Abu Zaid, “makna sentral wahyu adalah pemberian informasi secara
rahasia.”
Namun pengertian wahyu
secara etimologi tidak hanya itu saja, melainkan meliputi banyak arti yang
meliputi:
1)
Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti
wahyu terhadap ibu Nabi Musa As untuk menyusui, tercantum dalam surat Al-qashas: 7.
2)
Ilham yang berupa naluri dari binatang, seperti
lebah membuat sarang di pohon, tercantum dalam surat An-nahl:
68.
3)
Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode,
seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-qur`an, tercantum dalam surat Al-maryam: 11.
4)
Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan
yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, seperti dalam surat Al-an’am: 121.
5)
Apa yang disampaikan oleh allah swt berupa
perintah kepada malaikat untuk dikerjakan, seperti dalam ayat Al-anfal:
12.
Pengertian wahyu menurut istilah
a. Muhammad Abduh memberi definisi
sebagai berikut :
“Wahyu
adalah suatu pengetahuan yang di dapat oleh manusia, sudah ada dalam dirinya
dengan keyakinan bahwa pengetahuan yang dirasakannya itu datangnya dari Allah,
baik melalui perantaraan ataupun tidak, dengan melalui suara atau tidak.”
b. Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani mengatakan :
“Adapun
pengertian wahyu dalam istilah syara’ (agama) ialah pemberitahuan Allah swt.
Kepada
hamba-hambanya yang terpilih mengenai segala hal yang ia kehendaki untuk
dikemukakannya, baik itu hidayah (petunjuk-Nya) maupun ilmu, namun
penyampaiannya dengan cara rahasia dan tidak terjadi pada manusia biasa.”
Pengertian
wahyu tersebut sama dengan pengertian agama :
“Wahyu
adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang, ia merasakan telah ada dalam
dirinya dengan yakin, bahwa pengetahuan itu berasal dari Tuhan seru sekalian
alam, dengan perantara pendengaran atau lainnya, maupun tidak melalui
perantaraan.”
c. Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya
pengantar ulumul Qur’an memberikan
pengertian,
bahwa :
“Wahyu
adalah pemberitahuan Tuhan kepada Nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan,
berita-berita, cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan kepada
Nabi/Rasul yang bersangkutan, bahwa apa yang diterimanya itu benar-benar datangnya
dari Allah swt sendiri.”
d. Sedangkan menurut Prof. Dr. TM. Hasbi As-Sidiqy
mengatakan, bahwa :
“Wahyu
adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan (disampaikan) dengan cara yang cepat
oleh Allah swt ke dalam dada para Nabi-nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk
lafadz-lafadz Al-
Qur’an.”
Dari beberapa pengertian tersebut diatas sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa :
Wahyu adalah Pengetahuan yang diberikan oleh Allah swt,
kepada hamba-hambanya yang terpilih yaitu para Nabi dan Rasul-Nya, tentang
segala sesuatu baik yang berkenaan dengan petunjuk dan ilmu pengetahuan maupun
berupa perintah dan larangan-Nya yang disampaikan oleh malaikat Jibril as,
dengan cara rahasia (samar-samar) ataupun dengan suara yang jelas dan tidak
terjadi pada manusia biasa.
2.
Fungsi Wahyu
Wahyu yang di turunkan
allah kepada Nabi-Nya tentu mempunyai berbagai fungsi. Menurut Muhammad Abduh,
sebagaimana yang di kutip oleh Nurkholis, wahyu dapat di bagi dalam dua fungsi:
1)
Fungsi pokok pertama timbul dari keyakinan bahwa jiwa manusia akan terus
kekal sesudah mati. Jadi wahyu berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang
alam ghoib yang penuh dengan rahasia.
2)
Fungsi pokok kedua yaitu mempunyai kaitan erat dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk
sosial, yaitu manusia harus hidup secara berkelompok.
Untuk mengatur manusia
dengan baik, maka dibutuhkan wahyu yang di bawa Nabi dan Rosul. Dengan demikian
wahyu akan menolong manusia untuk mengetahui dan mempercayai kehidupan di
akhirat serta menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip umum yang dibawanya. Di samping itu, fungsi lain dari wahyu adalah
menguatkan pendapat dan meluruskan melaui sifat sakral (keramat) dan absolut
(mutlak) yang terdapat dalam wahyu. Dengan adanya sifat absolut ini , maka
manusia menjadi tunduk kepada wahyu dan menyesuaikan hasil pemikiran yang di
capai oleh akal dengan wahyu.
B.
Cara wahyu Allah diturunkan kepada Malaikat dan Nabi Muhammad
1.
Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat
Didalam Al- Quranul Karim terdapat nash
mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya : diantaranya :
- Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya .`( al-Baqarah : 30 ).
- Juga terdapat nash tentang wahyu Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat : `Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman`.( al-Anfal : 12 ).
- Disamping itu ada pula nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia menurut perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`( ad-dzariyat : 4 ).
- Nash-nash diatas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang mengatakan :
Rasulullah SAW berkata :
“Apabila Allah
hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu;
maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan
goncangan-yang dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila
penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu
kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu adalah
jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu, kepada jibril menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali
dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa
yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia
mengatakan yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para
malikatpun mengatakan seperti apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril
menyampaikan wahyu itu seperti apa yang diperintahkan Allah azza wajalla”.
Hadits
di atas menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para
malikatnya mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila
pada lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk menyampaikan wahyu-hadis diatas
menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut
juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.
2.
Allah menurunkan wahyu
kepada Rosul-Nya
Allah menurunkan wahyu
kepada Rosul-Nya melaui 2 cara, yaitu:
1)
Dengan perantara malaikat Jibril, seperti mimipi yang di alami rosulullah
yang akan di utus menjadi nabi. Aisyah r.a berkata, “yang pertama (dari wahyu)
kepada rosulullah SAW. Adalah mimipi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak
pernah bermimpi akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh..”[21]
2)
Tanpa perantara,seperti pada saat Isro’ Mi’roj.
3.
Malaikat memberikan wahyu kepada
Rosul melalu 4 cara
:
1)
Malaikat datang dengan membawa wahyu seperti gemerincingan lonceng. hal ini
adalah keadaan paling berat yang di alami oleh nabi atau rosul, sebagaimana
hadist Nabi.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ
أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ
وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا
يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ
عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ
جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
“Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu’minin,
bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:“Wahai Rasulullah, bagaimana caranya
wahyu turun kepada engkau?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: “Terkadang datang kepadaku seperti suara
gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti
sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat
menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang
diucapkannya”. Aisyah berkata: “Sungguh
aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau
mengucurkan keringat.”
2) Malaikat menyerupai
laki-laki dan ia datang dalam bentuk manusia, baik ketika nabi sendiri maupun
ketika bersama sahabatnya, kemudian ia membacakan wahyu kepada nabi tersbut.
Seperti yang di terangkan dalam hadist Shahih Bukhori juz 1 hal
3)
Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hati Nabi, dalam hal ini nabi tidak
melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada dalam
kalbunya.
4)
Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi , tidak berupa seorang laki-laki,
tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli.
Kejadian
yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam menerima wahyu pertamanya sama sekali
tidak pernah terpikir oleh Muhammad yang lahir pada tahun 570 di Mekah. Ayahnya
yang meninggal 6 bulan sebelum Muhammad lahir menyebabkan Muhammad lahir
sebagai seorang yatim dan akhirnya dikirim untuk tinggal bersama Halimah binti
Abi Dhuayb dan suaminya hingga Muhammad menginjak umur 2 tahun. Ketika berumur
6 tahun, Muhammad kehilangan ibunya, dan menjadi yatim piatu, dimana akhirnya
Muhammad tinggal bersama pamannya yang berasal dari Bani Hashim, yaitu Abdul
Muttalib. Dua tahun setelah tinggal bersama kakeknya, kakeknya pun meninggal
dan membuat Muhammad dirawat oleh Abu Talib yang menjadi penerus Bani Hashim.
Ketika
menginjak remaja, Muhammad sering menemani pamannya dalam perjalanan ke Syria
demi melakukan perdagangan dan mendapatkan pengalaman dalam perdagangan
komersil, satu-satunya gerbang karir yang terbuka untuk Muhammad sebagai yatim
piatu. Sejarah menyebutkan bahwa ketika Muhammad berumur sekitar 9 hingga
12 tahun, beliau bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Bahira yang
telah meramalkan masa depan Muhammad sebagai nabi utusan dari Tuhan.
Sayangnya,
tidak banyak yang diketahui tentang masa muda Muhammad selepas remaja. Yang
pasti, pada masa tersebut Nabi Muhammad belumlah menerima wahyu pertamanya.
Informasi yang terdapat tentang Muhammad selepas remaja juga sulit dipisahkan
antara sejarah dan legenda. Yang diketahui pasti adalah akhirnya ia menjadi
saudagar dan terlibat dalam perdagangan antara samudra India dan Laut Tengah.
Karena karakternya yang jujur, Muhammad kemudian menerima julukan al-Amin yang
diartikan sebagai “dapat dipercaya”. Julukan lain yang diterima Muhammad pada
masa mudanya adalah al-Sadiq, berarti “yang benar” dan selalu dicari sebagai
pihak penengah yang tak pernah berpihak. Reputasi yang bergulir di sekitar
Muhammad pada masa itu menarik seorang janda berumur 40 tahun bernama Khadijah
yang kemudian melamar Muhammad. Lamaran itu diterima dan pernikahan mereka merupakan
sebuah pernikahan yang bahagia.
Beberapa
tahun berlalu, dan menurut sebuah narasi yang Kumpulan
Sejarah dapatkan dari seorang sejarawan
bernama Ibnu Ishaq, Muhammad terlibat dalam sebuah cerita yang terkenal,
tentang penempatan sebuah batu hitam di salah satu bagian dinding Ka’bah pada
tahun 605. Batu hitam yang merupakan benda suci ini telah dilepas untuk
memfasilitasi renovasi Ka’bah. Pemimpin Mekah pada masa itu tidak bisa memutuskan
klan mana yang boleh mendapatkan kehormatan meletakkan batu hitam tadi kembali
ketempatnya, dimana mereka akhirnya menyetujui usulan untuk bertanya pada
siapapun yang pertama melewati gerbang ka’bah dan orang itu adalah Muhammad
yang berumur 35 tahun, 5 tahun sebelum penobatannya sebagai Rasul. Muhammad
kemudian meminta selembar kain, meletakkan batu hitam di pusatnya, dan meminta
para pemimpin klan untuk bersama-sama memegang tepian kain tadi dan membawanya
hingga tempat yang tepat agar Muhammad bisa meletakkan batu tersebut. Hal ini
menyebabkan seluruh ketua klan merasa mendapatkan kehormatan yang sama.
Awal Sejarah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama
baru dimulai ketika Muhammad mulai memasuki usia 40 tahun dimana ia akan
menghabiskan banyak waktunya untuk menyendiri di Gua Hiro, seperti dijelaskan
dalam hadist Bukhori kisah turunnya wahyu ( Hadis nomer 3)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا
بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ
الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ
مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو
بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ
الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ
يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ
وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا
بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ
أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي
الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ
فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ
أَرْسَلَنِي فَقَالَ } اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ
الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ { فَرَجَعَ بِهَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ
عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي
زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ
وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا
وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ
الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ
الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ
بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ
تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ
فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا
ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي
مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ
اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ
يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ
بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا
ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ قَالَ ابْنُ
شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ
فَقَالَ فِي حَدِيثِهِ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ
السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ
جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَرُعِبْتُ مِنْهُ
فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى } يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ إِلَى قَوْلِهِ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
{ فَحَمِيَ الْوَحْيُ وَتَتَابَعَ تَابَعَهُ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ وَأَبُو صَالِحٍ وَتَابَعَهُ هِلَالُ بْنُ رَدَّادٍ عَنْ
الزُّهْرِيِّ وَقَالَ يُونُسُ وَمَعْمَرٌ بَوَادِرُهُ
“Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada
kami dari Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari
Aisyah -Ibu Kaum Mu’minin-, bahwasanya dia berkata:
“Permulaaan
wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi
kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan
untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu ‘ibadah
di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada
keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.
Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan
bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang
seraya berkata: “Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan
memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau
menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku
sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau
menjawab: “Aku tidak bisa baca”.
Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku
untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi:
(Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat
wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khawailidh
seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Beliau pun diselimuti hingga
hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada
Khadijah: “Aku mengkhawatirkan diriku”.
Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak
akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung
silaturrahim.” Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh
bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama
Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga
menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah.
Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.
Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan
oleh putra saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang
sudah kamu alami”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus,
seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa.
Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih
hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh
menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa
seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku
ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh
tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu
meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu. Ibnu Syihab berkata; telah
mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al
Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ceritakan: “Ketika sedang berjalan aku mendengar
suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah
datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku
pun ketakutan dan pulang, dan berkata: “Selimuti aku. Selimuti aku”. Maka Allah
Ta’ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan
berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun
berkesinambungan.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf dan Abu
Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. Dan Yunus berkata; dan Ma’mar
menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri.”
Cerita Nabi Muhammad
menerima wahyu pertama memiliki jeda beberapa saat sebelum akhirnya
Muhammad kembali bertemu dengan malaikat Jibril ketika Muhammad mendengar suara
dari langit dan menyaksikan malaikat yang sama duduk di antara langit dan bumi.
Seperti dalam hadis :
عَنْ
جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِىَّ قَالَ - وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ
فَتْرَةِ الْوَحْىِ فَقَالَ - فِى حَدِيثِهِ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِى إِذْ
سَمِعْتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ ، فَرَفَعْتُ بَصَرِى فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِى
جَاءَنِى بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِىٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَرُعِبْتُ
مِنْهُ ، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِى . فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( يَا
أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ ) إِلَى قَوْلِهِ ( وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ) فَحَمِىَ
الْوَحْىُ
“Jabir bin
Abdullah Al-Anshari berkata, Rasulullah menceritakan tentang terputusnya wahyu
dengan sabdanya: "Pada suatu hari ketika aku sedang berjalan-jalan,
tiba-tiba terdengar suatu suara dari langit. Maka kuangkat pandanganku ke arah
datangnya suara itu. Kelihatan olehku malaikat yang pernah datang kepadaku di
gua Hira dahulu. Dia duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku terperanjat
karenanya, lalu pulang. Aku berkata kepada Khadijah, 'Selimuti aku!' Lalu Allah
menurunkan ayat, "Hai orang-orang yang berselimut! Bangunlah! Maka berilah
peringatan dan agungkanlah Tuhanmu. Bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah
berhala.' Maka semenjak itu wahyu turun berturut-turut."
Pelajaran yang
bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1.
Setelah
ayat "Iqra'" turun di gua hira dan Muhammad SAW mengetahui
kenabiannya, wahyu terputus untuk sementara waktu
2.
Malaikat
bisa memposisikan diri diantara langit dan bumi dengan izin Allah, namun
hakikatnya (cara duduknya, wujudnya, dan sebagainya) bukan wilayah akal kita
3.
Wahyu
yang turun setelah sebelumnya terputus adalah surat Al-Muddatstsir ayat 1-5
yang sekaligus mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul dan memulai dakwahnya.
4.
Allah
mewahyukan Rasulullah di awal misinya sebagai Nabi dan Rasul dengan hal-hal
yang paling mendasar berupa tauhid dan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs)
5.
Setelah
turunnya surat Al-Muddatstsir ini, wahyu kemudian turun kepada Rasulullah
secara terus menerus dengan cara berangsur-angsur
D.
Tuduhan dan jawaban singkat seputar wahyu
Permasalahan wahyu sering menjadi sasaran
tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga sekarang ( kafir qurays hingga
orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan kaum muslimin dan
menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut :
Pertama : Meraka mengira bahwa Qur`an dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia pula yang menyusun ` bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW dalam beberapa momentum, seperti ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa 1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi berbuat sesuatu lalu menegur dirinya sendiri
Pertama : Meraka mengira bahwa Qur`an dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia pula yang menyusun ` bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW dalam beberapa momentum, seperti ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa 1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi berbuat sesuatu lalu menegur dirinya sendiri
Begitu pula saat momentum lain, dengan
peristiwa yang dikenal sebagai haditsul ifki, dimana kehormatan keluarga nabi
tercoreng dengan isu yang melanda seisi kota tentang ketidaksetiaan ibunda
Aisyah. Kasus ini cukup lama membuat Madinah bergejolak, tapi Rasulullah SAW
bergeming dan menunggu jawaban tuntas dari Al-Quran untuk membebaskan ibunda
Aisyah dari tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang membuat al-Quran,
maka mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya wahyu dengan kondisi
yang segenting itu.
Kedua : Mereka menyangka bahwa Rasulullah SAW
mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan firasat, kecerdikan
yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami
ukuran ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui ilham (
inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui kasyaf.
Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil penalaran intelektual dan
pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya.
Kita Jawab, bahwa segi berita yang
merupakan bagian terbesar dalam Quran tidak diragukan oleh orang yang berakal
bahwa apa yang diterimanya hanya berdaarkan kepada penerimaan dan pengajaran.
Qur`an telah menyebutkan berita-berita tentang umat terdahulu,
golongan-golongan dan perisiwa sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar
dan cermat, seperti halnya yang disaksikan oleh saksi mata. Sekalipun masa yang
dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh. Bahkan sampai pada kejadian pertama
alam semesta ini. Begitu pula ayat yang menjelaskan tentang hari kiamat, serta
gambaran surga dan neraka dengan lengkap. Hal demikian tentu tidak dapat
memberikan tempat bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas apapun
manusia, bahkan hingga hari ini dengan zaman yang penuh teknologi, tetap tidak
bisa menyentuh pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.
Ketiga : Mereka menyangka bahwa Muhammad telah
menerima ilmu-ilmu Quran dari seorang guru.
Kita jawab bahwasanya Muhammad SAW tumbuh dan
hidup dalam keadaan buta huruf dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang
membawa simbol ilmu dan pengajaran, ini adalah kenyataan yang disaksikan oleh
sejarah, dan tidak dapat diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa beliau di
masa kecilnya tidak tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga
kakeknya. Oleh pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk
menjadi pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam
yang akhirnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta
tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu
apapun dari pendeta tersebut.
BAB
III
PENUTUP
Kata wahyu berasal dari fi’il madhi وحى او اوحى yang berarti pemberian isyarat dengan cepat. Sedangkan wahyu menurut
istilah ialah Pengetahuan yang diberikan oleh Allah swt, kepada
hamba-hambanya yang terpilih yaitu para Nabi dan Rasul-Nya, tentang segala
sesuatu baik yang berkenaan dengan petunjuk dan ilmu pengetahuan maupun berupa
perintah dan larangan-Nya yang disampaikan oleh malaikat Jibril as, dengan cara
rahasia (samar-samar) ataupun dengan suara yang jelas dan tidak terjadi pada
manusia biasa.
Wahyu dapat di bagi dalam
dua fungsi:
1.
Fungsi pokok pertama untuk memberikan penjelasan tentang alam ghoib yang
penuh dengan rahasia.
2.
Fungsi pokok kedua yaitu mempunyai kaitan erat dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk
sosial, yaitu manusia harus hidup secara berkelompok.
Allah menurunkan wahyu
kepada Rosul-Nya melaui 2 cara, yaitu: dengan perantara malaikat
Jibril dan Tanpa perantara.
Malaikat memberikan wahyu kepada
Rosul melalu 4 cara
: Malaikat datang dengan membawa wahyu seperti
gemerincingan lonceng. hal ini adalah keadaan paling berat yang di alami oleh
nabi atau rosul,Malaikat menyerupai laki-laki dan ia datang dalam bentuk
manusia,Malaikat memasukkan wahyu
itu kedalam hati Nabi,Malaikat menampakkan
dirinya kepada nabi.
Awal Sejarah Nabi
Muhammad SAW menerima wahyu pertama
baru dimulai ketika Muhammad mulai memasuki usia 40 tahun dimana ia
menghabiskan banyak waktunya untuk menyendiri di Gua Hiro.
Cibatu,
November 2016
Tim Penyusun
Sumber/Bahan Bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar