Senin, 21 November 2016

Makalah tentang awal mula wahyu



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Mempelajari al-Quran dan Ilmu-ilmunya adalah tanggung jawab ahlul ilmi. Karena al-Quran merupakan Kalamullah yang sempurna dan terpelihara, di dalamnya berisi petunjuk dan pelajaran. Di antara yang berkaitan dengan ilmu al-Quran adalah wahyu  wahyu merupakan salah satu mukjizat yang diberikan kepada nabi dan rosul. Wahyu ini diturunkan sesuai dengan sesuatu yang akan terjadi pada zaman ini, wahyu diturunkan melalui perantara malaikat jibril,lalu malaikat jibril menyampaikan kepada nabi dan rosul yang kehendaki allah.
Wahyu merupakan mukjizat yang luar biasa di turunkan kepada nabi dan rosul, wahyu dapat di katakan sebagai kata-kata umumnya, menurut Abu Zaid, di karenakan  “ wahyu meliputi semua teks yang menunjuk pada titah Allah kepada manusia”. Jadi Al-Qur’an merupakan bagian atau salah satu dari wahyu. Karena wahyu tidak hanya turun kepada nabi muhammad saja, akan tetapi juga turun kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad. Di samping itu, dalam konteksnya, wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad saja tidak hanya Al-Qur’an, akan tetapi juga berupa hadist, baik yang berupa hadist qudsi maupun hadist nabawi.

2.      Rumusan Masalah
1. Pengertian wahyu dan fungsi wahyu
2. Cara wahyu Allah diturunkan kepada malaikat dan Nabi Muhammad SAW
4. Tuduhan dan  jawaban singkat seputar wahyu      

3.       Tujuan
a)      Memahami pengetian wahyu
b)      Mengetahui cara wahyu diturunkan kepada malaikat dan nabi Muhammad SAW
c)      Mengetahui kisah wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW
d)     Mengetahui jawaban singkat seputar wahyu










BAB II
PEMBAHASAN
A.      Wahyu
1.    Pengertian wahyu
Kata wahyu menurut para ulama’ mempunyai dua arti, yaitu proses pemberian wahyu dan sesuatu yang di turunkan tersebut. Kata wahyu berasal dari fi’il madhi وحى او اوحىyang berarti pemberian isyarat dengan cepat. Sedangkan menurut Abu Zaid, “makna sentral wahyu adalah pemberian informasi secara rahasia.”
Namun pengertian wahyu secara etimologi tidak hanya itu saja, melainkan meliputi banyak arti yang meliputi:
1)      Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa As untuk menyusui, tercantum dalam surat Al-qashas: 7.
2)      Ilham yang berupa naluri dari binatang, seperti lebah membuat sarang di pohon, tercantum dalam surat An-nahl: 68.
3)      Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-qur`an, tercantum dalam surat Al-maryam: 11.
4)      Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, seperti dalam surat Al-an’am: 121.
5)      Apa yang disampaikan oleh allah swt berupa perintah kepada malaikat untuk dikerjakan, seperti dalam ayat Al-anfal: 12.
Pengertian wahyu menurut istilah
a.       Muhammad Abduh memberi definisi sebagai berikut :
“Wahyu adalah suatu pengetahuan yang di dapat oleh manusia, sudah ada dalam dirinya dengan keyakinan bahwa pengetahuan yang dirasakannya itu datangnya dari Allah, baik melalui perantaraan ataupun tidak, dengan melalui suara atau tidak.”
b. Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani mengatakan :
“Adapun pengertian wahyu dalam istilah syara’ (agama) ialah pemberitahuan Allah swt.
Kepada hamba-hambanya yang terpilih mengenai segala hal yang ia kehendaki untuk dikemukakannya, baik itu hidayah (petunjuk-Nya) maupun ilmu, namun penyampaiannya dengan cara rahasia dan tidak terjadi pada manusia biasa.”
Pengertian wahyu tersebut sama dengan pengertian agama :
“Wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang, ia merasakan telah ada dalam dirinya dengan yakin, bahwa pengetahuan itu berasal dari Tuhan seru sekalian alam, dengan perantara pendengaran atau lainnya, maupun tidak melalui perantaraan.”
c. Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya pengantar ulumul Qur’an memberikan
 pengertian, bahwa :
“Wahyu adalah pemberitahuan Tuhan kepada Nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita, cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan kepada Nabi/Rasul yang bersangkutan, bahwa apa yang diterimanya itu benar-benar datangnya dari Allah swt sendiri.”
d. Sedangkan menurut Prof. Dr. TM. Hasbi As-Sidiqy mengatakan, bahwa :
“Wahyu adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan (disampaikan) dengan cara yang cepat oleh Allah swt ke dalam dada para Nabi-nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz-lafadz Al-
Qur’an.”
Dari beberapa pengertian tersebut diatas sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :
Wahyu adalah Pengetahuan yang diberikan oleh Allah swt, kepada hamba-hambanya yang terpilih yaitu para Nabi dan Rasul-Nya, tentang segala sesuatu baik yang berkenaan dengan petunjuk dan ilmu pengetahuan maupun berupa perintah dan larangan-Nya yang disampaikan oleh malaikat Jibril as, dengan cara rahasia (samar-samar) ataupun dengan suara yang jelas dan tidak terjadi pada manusia biasa.
2.      Fungsi Wahyu
Wahyu yang di turunkan allah kepada Nabi-Nya tentu mempunyai berbagai fungsi. Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana yang di kutip oleh Nurkholis, wahyu dapat di bagi dalam dua fungsi:
1)      Fungsi pokok pertama timbul dari keyakinan bahwa jiwa manusia akan terus kekal sesudah mati. Jadi wahyu berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang alam ghoib yang penuh dengan rahasia.
2)      Fungsi pokok kedua yaitu mempunyai kaitan erat  dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial, yaitu manusia harus hidup secara berkelompok.
Untuk mengatur manusia dengan baik, maka dibutuhkan wahyu yang di bawa Nabi dan Rosul. Dengan demikian wahyu akan menolong manusia untuk mengetahui dan mempercayai kehidupan di akhirat serta menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya. Di samping itu, fungsi lain dari wahyu adalah menguatkan pendapat dan meluruskan melaui sifat sakral (keramat) dan absolut (mutlak) yang terdapat dalam wahyu. Dengan adanya sifat absolut ini , maka manusia menjadi tunduk kepada wahyu dan menyesuaikan hasil pemikiran yang di capai oleh akal dengan wahyu.

B.     Cara wahyu Allah diturunkan kepada Malaikat dan Nabi Muhammad
1.      Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat
Didalam Al- Quranul Karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya : diantaranya :
  1. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya .`( al-Baqarah : 30 ).
  2. Juga terdapat nash tentang wahyu Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat : `Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman`.( al-Anfal : 12 ).
  3. Disamping itu ada pula nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia menurut perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`( ad-dzariyat : 4 ).
  4. Nash-nash diatas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang mengatakan :
Rasulullah SAW berkata :
“Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan goncangan-yang dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu adalah jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu, kepada jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia mengatakan yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun mengatakan seperti apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril menyampaikan wahyu itu seperti apa yang diperintahkan Allah azza wajalla”.
Hadits di atas menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para malikatnya mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila pada lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk menyampaikan wahyu-hadis diatas menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.
2.      Allah menurunkan wahyu kepada Rosul-Nya
Allah menurunkan wahyu kepada Rosul-Nya melaui 2 cara, yaitu:
1)      Dengan perantara malaikat Jibril, seperti mimipi yang di alami rosulullah yang akan di utus menjadi nabi. Aisyah r.a berkata, “yang pertama (dari wahyu) kepada rosulullah SAW. Adalah mimipi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh..”[21]
2)      Tanpa perantara,seperti pada saat Isro’ Mi’roj.
3.      Malaikat memberikan wahyu kepada Rosul melalu 4 cara :
1)      Malaikat datang dengan membawa wahyu seperti gemerincingan lonceng. hal ini adalah keadaan paling berat yang di alami oleh nabi atau rosul, sebagaimana hadist Nabi.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu’minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:“Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya”. Aisyah berkata: “Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat.”
2)      Malaikat menyerupai laki-laki dan ia datang dalam bentuk manusia, baik ketika nabi sendiri maupun ketika bersama sahabatnya, kemudian ia membacakan wahyu kepada nabi tersbut. Seperti yang di terangkan dalam hadist Shahih Bukhori juz 1 hal
3)      Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hati Nabi, dalam hal ini nabi tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada dalam kalbunya.
4)      Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi , tidak berupa seorang laki-laki, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli.
Kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam menerima wahyu pertamanya sama sekali tidak pernah terpikir oleh Muhammad yang lahir pada tahun 570 di Mekah. Ayahnya yang meninggal 6 bulan sebelum Muhammad lahir menyebabkan Muhammad lahir sebagai seorang yatim dan akhirnya dikirim untuk tinggal bersama Halimah binti Abi Dhuayb dan suaminya hingga Muhammad menginjak umur 2 tahun. Ketika berumur 6 tahun, Muhammad kehilangan ibunya, dan menjadi yatim piatu, dimana akhirnya Muhammad tinggal bersama pamannya yang berasal dari Bani Hashim, yaitu Abdul Muttalib. Dua tahun setelah tinggal bersama kakeknya, kakeknya pun meninggal dan membuat Muhammad dirawat oleh Abu Talib yang menjadi penerus Bani Hashim.
Ketika menginjak remaja, Muhammad sering menemani pamannya dalam perjalanan ke Syria demi melakukan perdagangan dan mendapatkan pengalaman dalam perdagangan komersil, satu-satunya gerbang karir yang terbuka untuk Muhammad sebagai yatim piatu. Sejarah menyebutkan bahwa ketika Muhammad berumur sekitar 9 hingga 12 tahun, beliau bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Bahira yang telah meramalkan masa depan Muhammad sebagai nabi utusan dari Tuhan.
Sayangnya, tidak banyak yang diketahui tentang masa muda Muhammad selepas remaja. Yang pasti, pada masa tersebut Nabi Muhammad belumlah menerima wahyu pertamanya. Informasi yang terdapat tentang Muhammad selepas remaja juga sulit dipisahkan antara sejarah dan legenda. Yang diketahui pasti adalah akhirnya ia menjadi saudagar dan terlibat dalam perdagangan antara samudra India dan Laut Tengah. Karena karakternya yang jujur, Muhammad kemudian menerima julukan al-Amin yang diartikan sebagai “dapat dipercaya”. Julukan lain yang diterima Muhammad pada masa mudanya adalah al-Sadiq, berarti “yang benar” dan selalu dicari sebagai pihak penengah yang tak pernah berpihak. Reputasi yang bergulir di sekitar Muhammad pada masa itu menarik seorang janda berumur 40 tahun bernama Khadijah yang kemudian melamar Muhammad. Lamaran itu diterima dan pernikahan mereka merupakan sebuah pernikahan yang bahagia.
Beberapa tahun berlalu, dan menurut sebuah narasi yang Kumpulan Sejarah dapatkan dari seorang sejarawan bernama Ibnu Ishaq, Muhammad terlibat dalam sebuah cerita yang terkenal, tentang penempatan sebuah batu hitam di salah satu bagian dinding Ka’bah pada tahun 605. Batu hitam yang merupakan benda suci ini telah dilepas untuk memfasilitasi renovasi Ka’bah. Pemimpin Mekah pada masa itu tidak bisa memutuskan klan mana yang boleh mendapatkan kehormatan meletakkan batu hitam tadi kembali ketempatnya, dimana mereka akhirnya menyetujui usulan untuk bertanya pada siapapun yang pertama melewati gerbang ka’bah dan orang itu adalah Muhammad yang berumur 35 tahun, 5 tahun sebelum penobatannya sebagai Rasul. Muhammad kemudian meminta selembar kain, meletakkan batu hitam di pusatnya, dan meminta para pemimpin klan untuk bersama-sama memegang tepian kain tadi dan membawanya hingga tempat yang tepat agar Muhammad bisa meletakkan batu tersebut. Hal ini menyebabkan seluruh ketua klan merasa mendapatkan kehormatan yang sama.
Awal Sejarah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama baru dimulai ketika Muhammad mulai memasuki usia 40 tahun dimana ia akan menghabiskan banyak waktunya untuk menyendiri di Gua Hiro, seperti dijelaskan dalam hadist Bukhori kisah turunnya wahyu ( Hadis nomer 3)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ } اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ { فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ فَقَالَ فِي حَدِيثِهِ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَرُعِبْتُ مِنْهُ فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى } يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ إِلَى قَوْلِهِ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ { فَحَمِيَ الْوَحْيُ وَتَتَابَعَ تَابَعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ وَأَبُو صَالِحٍ وَتَابَعَهُ هِلَالُ بْنُ رَدَّادٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَقَالَ يُونُسُ وَمَعْمَرٌ بَوَادِرُهُ
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum Mu’minin-, bahwasanya dia berkata:
“Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu ‘ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.
Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata: “Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”.
Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku mengkhawatirkan diriku”.
Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim.” Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah.
Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa.
Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu. Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ceritakan: “Ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata: “Selimuti aku. Selimuti aku”. Maka Allah Ta’ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. Dan Yunus berkata; dan Ma’mar menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri.”
Cerita Nabi Muhammad menerima wahyu pertama memiliki jeda beberapa saat sebelum akhirnya Muhammad kembali bertemu dengan malaikat Jibril ketika Muhammad mendengar suara dari langit dan menyaksikan malaikat yang sama duduk di antara langit dan bumi. Seperti dalam hadis :
عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِىَّ قَالَ - وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْىِ فَقَالَ - فِى حَدِيثِهِ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِى إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ ، فَرَفَعْتُ بَصَرِى فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِى جَاءَنِى بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِىٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَرُعِبْتُ مِنْهُ ، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِى . فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ ) إِلَى قَوْلِهِ ( وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ) فَحَمِىَ الْوَحْىُ
“Jabir bin Abdullah Al-Anshari berkata, Rasulullah menceritakan tentang terputusnya wahyu dengan sabdanya: "Pada suatu hari ketika aku sedang berjalan-jalan, tiba-tiba terdengar suatu suara dari langit. Maka kuangkat pandanganku ke arah datangnya suara itu. Kelihatan olehku malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hira dahulu. Dia duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku terperanjat karenanya, lalu pulang. Aku berkata kepada Khadijah, 'Selimuti aku!' Lalu Allah menurunkan ayat, "Hai orang-orang yang berselimut! Bangunlah! Maka berilah peringatan dan agungkanlah Tuhanmu. Bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah berhala.' Maka semenjak itu wahyu turun berturut-turut."
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1.      Setelah ayat "Iqra'" turun di gua hira dan Muhammad SAW mengetahui kenabiannya, wahyu terputus untuk sementara waktu
2.      Malaikat bisa memposisikan diri diantara langit dan bumi dengan izin Allah, namun hakikatnya (cara duduknya, wujudnya, dan sebagainya) bukan wilayah akal kita
3.      Wahyu yang turun setelah sebelumnya terputus adalah surat Al-Muddatstsir ayat 1-5 yang sekaligus mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul dan memulai dakwahnya.
4.      Allah mewahyukan Rasulullah di awal misinya sebagai Nabi dan Rasul dengan hal-hal yang paling mendasar berupa tauhid dan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs)
5.      Setelah turunnya surat Al-Muddatstsir ini, wahyu kemudian turun kepada Rasulullah secara terus menerus dengan cara berangsur-angsur
D.    Tuduhan dan jawaban singkat seputar wahyu
Permasalahan wahyu sering menjadi sasaran tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga sekarang ( kafir qurays hingga orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut :
Pertama : Meraka mengira bahwa Qur`an dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia pula yang menyusun ` bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW dalam beberapa momentum, seperti ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa 1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi berbuat sesuatu lalu menegur dirinya sendiri
      Begitu pula saat momentum lain, dengan peristiwa yang dikenal sebagai haditsul ifki, dimana kehormatan keluarga nabi tercoreng dengan isu yang melanda seisi kota tentang ketidaksetiaan ibunda Aisyah. Kasus ini cukup lama membuat Madinah bergejolak, tapi Rasulullah SAW bergeming dan menunggu jawaban tuntas dari Al-Quran untuk membebaskan ibunda Aisyah dari tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang membuat al-Quran, maka mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya wahyu dengan kondisi yang segenting itu.
Kedua : Mereka menyangka bahwa Rasulullah SAW mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami ukuran ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui ilham ( inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui kasyaf. Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya.
      Kita Jawab, bahwa segi berita yang merupakan bagian terbesar dalam Quran tidak diragukan oleh orang yang berakal bahwa apa yang diterimanya hanya berdaarkan kepada penerimaan dan pengajaran. Qur`an telah menyebutkan berita-berita tentang umat terdahulu, golongan-golongan dan perisiwa sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar dan cermat, seperti halnya yang disaksikan oleh saksi mata. Sekalipun masa yang dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh. Bahkan sampai pada kejadian pertama alam semesta ini. Begitu pula ayat yang menjelaskan tentang hari kiamat, serta gambaran surga dan neraka dengan lengkap. Hal demikian tentu tidak dapat memberikan tempat bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas apapun manusia, bahkan hingga hari ini dengan zaman yang penuh teknologi, tetap tidak bisa menyentuh pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.
Ketiga : Mereka menyangka bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Quran dari seorang guru.
Kita jawab bahwasanya Muhammad SAW tumbuh dan hidup dalam keadaan buta huruf dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang membawa simbol ilmu dan pengajaran, ini adalah kenyataan yang disaksikan oleh sejarah, dan tidak dapat diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa beliau di masa kecilnya tidak tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga kakeknya. Oleh pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk menjadi pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam yang akhirnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu apapun dari pendeta tersebut.
























BAB III
PENUTUP

Kata wahyu berasal dari fi’il madhi وحى او اوحى yang berarti pemberian isyarat dengan cepat. Sedangkan wahyu menurut istilah ialah Pengetahuan yang diberikan oleh Allah swt, kepada hamba-hambanya yang terpilih yaitu para Nabi dan Rasul-Nya, tentang segala sesuatu baik yang berkenaan dengan petunjuk dan ilmu pengetahuan maupun berupa perintah dan larangan-Nya yang disampaikan oleh malaikat Jibril as, dengan cara rahasia (samar-samar) ataupun dengan suara yang jelas dan tidak terjadi pada manusia biasa.
Wahyu dapat di bagi dalam dua fungsi:
1.      Fungsi pokok pertama untuk memberikan penjelasan tentang alam ghoib yang penuh dengan rahasia.
2.      Fungsi pokok kedua yaitu mempunyai kaitan erat  dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial, yaitu manusia harus hidup secara berkelompok.
Allah menurunkan wahyu kepada Rosul-Nya melaui 2 cara, yaitu: dengan perantara malaikat Jibril dan Tanpa perantara.
Malaikat memberikan wahyu kepada Rosul melalu 4 cara : Malaikat datang dengan membawa wahyu seperti gemerincingan lonceng. hal ini adalah keadaan paling berat yang di alami oleh nabi atau rosul,Malaikat menyerupai laki-laki dan ia datang dalam bentuk manusia,Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hati Nabi,Malaikat menampakkan dirinya kepada nabi.
 Awal Sejarah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama baru dimulai ketika Muhammad mulai memasuki usia 40 tahun dimana ia menghabiskan banyak waktunya untuk menyendiri di Gua Hiro.

Cibatu, November 2016
Tim Penyusun







Sumber/Bahan Bacaan:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar